IKHLAS

Su`udzon atau berburuk sangka dapat membuat hati kita menjadi busuk karena apapun yang kita sangka akan mempengaruhi cara kita berfikir, cara kita bersikap dan cara kita mengambil keputusan. Berbahagialah bagi orang-orang yang bisa berkhusnudzon atau berbaik sangka.


Hikam:
"Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Sukakah salah seorang diantara mu memakan daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai, maka tentulah kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang." (QS. Al-Hudzurot: 12)


"Aku ini bagaimana prasangka hambaku kalau ia berprasangka baik maka ia akan mendapat kebaikan, bila ia berprasangka buruk maka keburukan akan menimpanya."


Buruk sangka atau su`udzon dapat merusak hati kita, merusak kebahagiaan kita, merusak akhlak kita, juga merusak apa yang dijanjikan Allah kepada kita. Orang yang gemar berburuk sangka adalah sedusta-dustanya perkataan, dalam berbaik sangka atau husnudzon bukannya membenarkan kesalahan tapi minimal kita jadi tenang, kalau hati sudah tenang, pikiran jernih keputusan bisa kita ambil dengan sikap yang tepat. Tetapi husnudzon itu hanya kepada orang yang beriman karena jika husnudzon tidak menggunakan ilmu maka akan mendatangkan masalah buat kita.


Wanita dilarang oleh Allah sembarang menerima tamu laki-laki, karena itu akan membuat tidak aman dan akan mendatangkan fitnah bagi wanita tersebut. Oleh karena itu menerima tamu di depan rumah bagi wanita bukannya menghina tamu tapi demi keamanan dan menghindarkan fitnah dari orang lain. Jika kita berburuk sangka kepada orang dan orangnya sudah meninggal, maka yang kita lakukan adalah bertaubat dan minta ampun kepada Allah serta mendo`akan orang tersebut.


Mudah-mudahan kita bisa memiliki hati yang jernih dan akan mengakibatkan sikap kita pun menjadi jernih

MANAGEMEN QOLBU

MANAGEMEN WAKTU

Satu desah nafas kita saat menjalani waktu demi waktu, merupakan langkah menuju kubur. Alangkah ruginya kita disaat menjalani sesuatu yang berharga kemudian kita sia-sia kan. Orang yang bodoh adalah jika diberikan modal maka modalnya dihamburkan dengan sia-sia. Begitu juga kita jika sudah diberi modal waktu, kemudian waktunya kita hambur-hamburkan maka kita termasuk orang yang bodoh.

Hikam :
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan menjalankan amal saleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al-Ashr 1-3)

Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya." (HR. Ahmad)

Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang mengamalkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan mempetakan, mana yang wajib, mana yang sunah dan mana yang mubah.

Ketenangan tidak harus dengan diam tapi ketenangan bisa kita dapatkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan sholat dan dzikir. Sekecil apapun perbuatan Rasulullah, bebas dari kesia-siaan, efektif dan penuh makna.

Mulai detik ini adalah wahana yang paling tepat bagi diri kita untuk memacu meningkatkan kualitas pemahaman kita terhadap kebenaran sehingga iman kita bertambah, meningkatkan kualitas amal-amal kita sehingga menjadi produktif, meningkatkan kualitas akhlak kita sehingga menjadi suri tauladan dan meningkatkan kualitas kesabaran kita dalam menetapi kebenaran. 

MANAGEMEN QOLBU



KUNCI HIDUP SUKSES


"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu..." (Q. S Ali Imran (3) : 160)

Bagaimana kita memahami pengertian hidup sukses? Dari mana harus memulainya ketika kita ingin segera diperjuangkan?

Tampaknya tidak terlalu salah bila ada orang yang telah berhasil menempuh jenjang pendidikan tinggi, bahkan lulusan luar negeri, lalu menganggap dirinya orang sukses. Mungkin juga seseorang yang gagal dalam menempuh jalur pendidikan formal belasan tahun lalu, tetapi saat ini berani menepuk dada karena yakin bahwa dirinya telah mencapai sukses. Mengapa demikian? Karena, ia telah memilih dunia wirausaha, lalu berusaha keras tanpa mengenal lelah, sehingga mewujudlah segala buah jerih payahnya itu dalam belasan perusahaan besar yang menguntungkan.

Seorang ayah dihari tuanya tersenyum puas karena telah berhasil mengayuh bahtera rumah tangga yang tentram dan bahagia, sementara anak anaknya telah ia antar ke gerbang cakrawala keberhasilan hidup yang mandiri. Seorang kiai atau mubaligh juga berusaha mensyukuri kesuksesan hidupnya ketika jutaan umat telah menjadi jamaahnya yang setia dan telah menjadikannya sebagai panutan, sementara pesantrennya selalu dipenuh sesaki ribuan santri.

Pendek kata, adalah hak setiap orang untuk menentukan sendiri dari sudut pandang mana ia melihat kesuksesan hidup. Akan tetapi, dari sudut pandang manakah seyogyanya seorang muslim dapat menilik dirinya sebagai orang yang telah meraih hidup sukses dalam urusan dunianya? 

Membangun Fondasi
Kalau kita hendak membangun rumah, maka yang perlu terlebih dahulu dibuat dan diperkokoh adalah fondasinya. Karena, fondasi yang tidak kuat sudah dapat dipastikan akan membuat bangunan cepat ambruk kendati dinding dan atapnya dibuat sekuat dan sebagus apapun. 

Sering terjadi menimpa sebuah perusahaan, misalnya yang asalnya memiliki kinerja yang baik, sehingga maju pesat, tetapi ternyata ditengah jalan rontok. Padahal, perusahaan tersebut tinggal satu dua langkah lagi menjelang sukses. Mengapa bisa demikian? ternyata faktor penyebabnya adalah karena didalamnya merajalela ketidakjujuran, penipuan, intrik dan aneka kezhaliman lainnya.

Tak jarang pula terjadi sebuah keluarga tampak berhasil membina rumah tangga dan berkecukupan dalam hal materi. Sang suami sukses meniti karir dikantornya, sang isteri pandai bergaul ditengah masyarakat, sementara anak-anaknya pun berhasil menempuh jenjang studi hingga ke perguruan tinggi, bahkan yang sudah bekerjapun beroleh posisi yang bagus. Namun apa yang terjadi kemudian?

Suatu ketika hancurlah keutuhan rumah tangganya itu karena beberapa faktor yang mungkin mental mereka tidak sempat dipersiapkan sejak sebelumnya untuk menghadapinya. Suami menjadi lupa diri karena harta, gelar, pangkat dan kedudukannya, sehingga tergelincir mengabaikan kesetiaannya kepada keluarga. Isteripun menjadi lupa akan posisinya sendiri, terjebak dalam prasangka, mudah iri terhadap sesamanya dan bahkan menjadi pendorong suami dalam berbagai perilaku licik dan curang. Anak-anakpun tidak lagi menemukan ketenangan karena sehari-hari menonton keteladanan yang buruk dan
menyantap harta yang tidak berkah.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merintis sesuatu secara baik? Alangkah indah dan mengesankan kalau kita meyakini satu hal, bahwa tiada kesuksesan yang sesungguhnya, kecuali kalau Allah Azza wa Jalla menolong segala urusan kita. Dengan kata lain apabila kita merindukan dapat meraih tangga kesuksesan, maka segala aspek yang berkaitan dengan dimensi sukses itu sendiri harus disandarkan pada satu prinsip, yakni sukses dengan dan karena pertolongan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan fondasi yang tidak bisa tidak harus diperkokoh sebelum kita membangun dan menegakkan mernara gading kesuksesan.

Sunnatullah dan Inayatullah
Terjadinya sesoang bisa mencapai sukses atau terhindar dari sesuatu yang tidak diharapkannya, ternyata amat bergantung pada dua hal yakni sunnatullah dan inayatullah. Sunatullah artinya sunnah-sunnah Allah yang mewujud berupa hukum alam yang terjadinya menghendaki proses sebab akibat, sehingga membuka peluang bagi perekayasaan oleh perbuatan manusia. Seorang mahasiswa ingin menyelesaikan studinya tepat waktu dan dengan predikat memuaskan. Keinginan itu bisa tercapai apabila ia bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam belajarnya, mempersiapkan fisik dan pikirannya dengan sebaik-
baiknya, lalu meningkatkan kuantitas dan kualitas belajarnya sedemikian rupa, sehingga melebihi kadar dan cara belajar yang dilakukan rekan-rekannya. Dalam konteks sunnatullah, sangat mungkin ia bisa meraih apa yang dicita-citakannya itu.

Akan tetapi, ada bis yang terjatuh ke jurang dan menewaskan seluruh penumpangnya, tetapi seorang bayi selamat tanpa sedikitpun terluka. Seorang anak kecil yang terjatuh dari gedung lantai ketujuh ternyata tidak apa-apa, padahal secara logika terjatuh dari lantai dua saja ia bisa tewas. Sebaliknya, mahasiswa yang telah bersungguh-sungguh berikhtiar tadi, bisa saja gagal total hanya karena Allah menakdirkan ia sakit parah menjelang masa ujian akhir studinya, misalnya. Segala yang mustahil menurut akal manusia sama sekali tidak ada yang mustahil bila inayatullah atau pertolongan Allah telah turun.

Demikian pula kalau kita berbisnis hanya mengandalkan ikhtiar akal dan kemampuan saja, maka sangat mungkin akan beroleh sukses karena toh telah menetapi prasyarat sunnatullah. Akan tetapi, bukankah rencana manusia tidak mesti selalu sama dengan rencana Allah. Dan adakah manusia yang mengetahui persis apa yang menjadi rencana Nya atas manusia? Boleh saja kita berjuang habis-habisan karena dengan begitu orang kafirpun toh beroleh kesuksesan. Akan tetapi, kalau ternyata Dia menghendaki lain lantas kita mau apa? mau kecewa? kecewa sama sekali tidak mengubah apapun. Lagipula, kecewa yang timbul dihati tiada lain karena kita amat menginginkan rencana Allah itu selalu sama dengan rencana kita. Padahal Dialah penentu segala kejadian karena hanya Dia yang Maha Mengetahui hikmah dibalik segala kejadian.

Rekayasa Diri
Apa kuncinya? Kuncinya adalah kalau kita menginginkan hidup sukses di dunia, maka janganlah hanya sibuk merekayasa diri dan keadaan dalam rangka ikhtiar dhahir semata, tetapi juga rekayasalah diri kita supaya menjadi orang yang layak ditolong oleh Allah. Ikhtiar dhahir akan menghadapkan kita pada dua pilihan, yakni tercapainya apa yang kita dambakan - karena faktor sunnatullah tadi - namun juga tidak mustahil akan berujung pada kegagalan kalau Allah menghendaki lain. 

Lain halnya kalau ikhtiar dhahir itu diseiringkan dengan ikhtiar bathin. Mengawalinya dengan dasar niat yang benar dan ikhlas semata mata demi ibadah kepada Allah. Berikhtiar dengan cara yang benar, kesungguhan yang tinggi, ilmu yang tepat sesuai yang diperlukan, jujur, lurus, tidak suka menganiaya orang lain dan tidak mudah berputus asa. 

Senantiasa menggantungkan harap hanya kepada Nya semata, seraya menepis sama sekali dari berharap kepada makhluk. Memohon dengan segenap hati kepada Nya agar bisa sekiranya apa-apa yang tengah diikhtiarkan itu bisa membawa maslahat bagi dirinya mapun bagi orang lain, kiranya Dia berkenan menolong memudahkan segala urusan kita. Dan tidak lupa menyerahkan sepenuhnya segala hasil akhir kepada Dia Dzat Maha Penentu segala kejadian. 

Bila Allah sudah menolong, maka siapa yang bisa menghalangi pertolongan-Nya? Walaupun bergabung jin dan manusia untuk menghalangi pertolongan yang diturunkan Allah atas seorang hamba Nya sekali-kali tidak akan pernah terhalang karena Dia memang berkewajiban menolong hamba-hambaNya yang beriman.

"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan) maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal" (QS Ali Imran (3) : 160).

MANAGEMEN QOLBU